Don't Hate Math

Latest courses

3-tag:Courses-65px

Senin, 17 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Guru Penggerak

Koneksi Antar Materi

Berikut adalah Panduan Pertanyaan dan jawaban untuk membuat Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran (Koneksi Antarmateri):

 

1.  Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Filosofi Pratap Triloka KHD yang dikenal dengan Ing Ngarso Sung Thulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, dan Tut Wuri Handayani, menjadi sangat relevan untuk dijadikan landasan dalam mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid. Karena sejatinya seorang guru adalah penuntun yang tugasnya adalah menuntun kodrat anak, baik kodrat alam maupun kodrat zamannya agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Makna kata “Penuntun”, dapat dipahami sebagai “Pemimpin Pembelajaran”, yang berpusat pada murid.

Berlandaskan filosofi Pratap Triloka KHD dalam pengambilan keputusan di kelas akan membawa kepada perubahan positif pada BUDI PEKERTI. BUDI (cipta, rasa, karsa) dan PEKERTI (tenaga/raga) harus seimbang dan holistik. Kesempurnaan budi pekerti akan membawa anak pada kebijaksanaan. Semua disiplin ilmu dan pengambllan keputun harus menuju kepada KEBIJAKSANAAN. Menurut KHD, semua yang kita lakukan di bidang pendidikan harus berorientasi kepada murid. Atau bahasa lain yang digunakan KHD adalah " Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta sesuatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak". 

 

"Pendidikan itu harus memerdekakan"

Pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran di kelas yang berpihak dan memerdekakan murid akan menjadi contoh dan tauladan bagi murid-murid untuk mulai berani mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Diharapkan bahwa murid akan lebih nyaman untuk berkomunikasi dan menentukan pilihan keputusan bersama dengan guru , dan para guru akan lebih memperhatikan kepentingan muridnya.

 

2.  Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

 

Nilai-Nilai Kebajikan

Nilai-nilai yang dimiliki seorang guru adalah nilai kebajikan, di antaranya keadilan, tanggung Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita. Sebagai Calon Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.

Untuk dapat mengambil keputusan diperlukan nilai-nilai atau prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita.

 

3.  Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

 

Dalam dunia pendidikan Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan Coach dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan solusi dan menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA). 

Menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendekatan coaching sistem among dapat diterapkan dengan menggunakan metode TIRTA yang merupakan kepanjangan dari T: Tujuan, I: Identifikasi, R: Rencana aksi, dan TA: Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. kita, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugas guru adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya. Hal ini selaras dengan Tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka

Pendekatan coaching model TIRTA menjadi selaras jika disandingkan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada anak. Keterampilan coaching akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.

Dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yg muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.

 

4.  Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

 

Diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial (CASEL).

Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.

 

5.  Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik

 

Sebagai seorang pendidik seringkali kita dihadapkan pada suatu keadaan di mana kita harus mengambil sebuah keputusan sulit. Namun, perlu kita ketahui bahwa tidak semua keputusan sulit tersebut merupakan dilema etika. Ada kalanya itu lebih berupa bujukan moral. 

"Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling berkaitan. Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral." (Rukiyanti, L. Andriyani, Haryatmoko, Etika Pendidikan, hal. 43).

Dari kutipan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Ketika Guru berhadapan dengan kasus-kasus yang fokus pada masalah moral atau etika, maka nilai-nilai diri yang dianut dan yang paling dihargai oleh seorang pendidik akan sangat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid, tentunya akan sangat mempengaruhi paradigma dan prinsip pengambilan keputusan seorang Guru Penggerak.

Selama ini pada saat mengambil keputusan, landasan pemikiran kita memiliki kecenderungan pada prinsip: (1) Melakukan, demi kebaikan orang banyak.; (2) Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri kita; (3) Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda.

Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku.

 

6.   Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

 

Setiap keputusan yang kita ambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. 

Sebagai upaya pengambilan keputusan yang tepat, yang berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dapat dilakukan dengan bebrapa tahap berikut, yaitu:

  • Mengidentifikasi jenis-jenis paradigma dilema etika yang sesui dari suatu kasus

Jenis Paradigma tersebut yaitu:

1.      Individu lawan kelompok (individual vs community).

2.      Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy).

3.      Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty).

4.      Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

  • Memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan untuk membuat keputusan dalam dilema pengambilan keputusan.

1.     Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).

2.     Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking).

3.     Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

  • Menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang diambil dalam dilema etika 

1.      1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2.      Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3.      Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4.      Pengujian benar atau salah

5.      Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

6.      Melakukan Prinsip Resolusi

7.      Investigasi Opsi Trilema

8.      Buat Keputusan

9.      Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

·       bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut

 

7.  Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

  • Mengambil keputusan sendiri untuk masalah/kasus pribadi saya sebagai pendidik
  • Ketika berhadapan pada suatu dilema etika individu lawan masyarakat (dalam konteks di sekolah). Kecenderungan pendapat individu (kelompok kecil) akan terpatahkan oleh masyarakat (kelompok besar). Sebagai contoh, dalam pengambilan keputusan kenaikan kelas bagi anak yang memiliki kompetesi pengetahuan rendah tetapi memiliki nilai karakter yang baik.
  • Trauma dari kegagalan mengambil keputusan di masa lalu
  • Kekhawatiran jika keputusan yang diambil justru berdampak tidak baik (merugikan) bagi sebagian besar suatu pihak.
  • Menyelidiki situasi atau masalah secara detail atau mengumpulkan berbagai macam informasi terkait dengan situasi tersebut. Contoh: Seringkali informan memberi keterangan yang tidak konsisten.

 

8.  Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

 

"Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan transformasional, pasti ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid?" (Nadiem Makarim, 2020)

Pada konteks merdeka belajar, proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada murid. Karena itu, pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi murid dalam proses pengajaran untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang didapatnya. Dengan demikian murid-murid dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

 

9.  Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

 

Seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti.  Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. Nilai-nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.

Keputusan-keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah, terutama bagi murid. Pendidik adalah teladan bagi murid untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila.

 

10.   Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

 

Guru sebagai pendidik yang peran utamanya adalah "menuntun" segala kodrat yang dimiliki oleh anak, baik kodrat alam maupun kodrat zamannya, agar anak meraih kemerdekaannya dalam belajar. Dalam proses menuntun, guru berperan sebagai pamong, yang mengedepankan azaz pratap trikolaka ing ngarso sung thulodo, ing madyo mbangun karso, dan tut wuri handayani dalam kepemimpinannya di pembelajaran. Pratap Triloka KHD yang dikedepankan oleh guru dalam pengambilan keputusan di kelas akan membawa kepada perubahan positif pada BUDI PEKERTI anak. Kesempurnaan budi pekerti akan membawa anak pada kebijaksanaan. Semua disiplin ilmu dan pengambilan keputun harus menuju kepada KEBIJAKSANAAN.

Dibutuhkan nilai-nilai kebajikan agar setiap keputusan yang diambil oleh guru merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita. Nilai-nilai kebajikan tersebut dapat berupa: keadilan, tanggung Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita. Selain itu terdapat nilai khusus bagi Calon guru Penggerak yang akan menjadi role model bagi murid yaitu: mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid, tentunya akan sangat mempengaruhi paradigma dan prinsip pengambilan keputusan seorang Guru Penggerak.

Selain itu, diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial (CASEL). Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Karena di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil. Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.

Setiap keputusan yang kita ambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. Sebagai upaya pengambilan keputusan yang tepat, yang berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dapat dilakukan dengan bebrapa tahap berikut, yaitu:

 

  • Mengidentifikasi jenis-jenis paradigma dilema etika yang sesui dari suatu kasus

Jenis Paradigma tersebut yaitu:

1.      Individu lawan kelompok (individual vs community).

2.      Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy).

3.      Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty).

4.      Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

  • Memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan untuk membuat keputusan dalam dilema pengambilan keputusan.

4.     Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).

5.     Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking).

6.     Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

  • Menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang diambil dalam dilema etika 

1.      1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2.      Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3.      Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4.      Pengujian benar atau salah

5.      Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

6.      Melakukan Prinsip Resolusi

7.      Investigasi Opsi Trilema

8.      Buat Keputusan

9.      Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

  • bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut.

Kamis, 29 September 2022

Best Practice PPG Dalam Jabatan Kategori 1 Tahun 2022

 

Senin, 19 September 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coachig

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING



tulisan dalam bentuk PPT



Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan kita telah mengemukakan bahwa pendidikan itu adalah ada proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat. Proses menuntun tersebut dapat dilakukan salah satu caranya adalah dengan melakukan proses coaching. Coaching dalam dunia pendidikan sangat sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara. 

Dalam coaching ini ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup sesuai tuntutan alam dan zaman. Dalam proses coaching guru sebagai pamong mengajukan pertanyaan efektif dan reflektif untuk menggali segala potensi yang dimiliki murid dengan tidak memberikan solusi akan tetapi mengarahkan mencari solusi.

Coach mempunyai peran yang sangat penting pula dalam sistem among yang digaungkan Ki Hajar Dewantara. Pendidik sebagai penuntun bagi anak didiknya haruslah mampu melakukan pendekatan melalui proses komunikasi. Komunukasi yang dapat membangun kanyaman dan kesetaraan sehingga tercipta rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid. proses komunikasi yang dijalankan melallui serangkaian proses untuk menemukenali segala apa yang dimilki murid sebagai bentuk kekuatan untuk menyelesaikan sagala apa yang dihadapinya. 

Proses tersebut tercipta dalam coaching. Selain itu ada juga pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan konsep Tut Wuri Handayani di mana murid adalah mitra belajar. Guru bukan lagi sumber pengetahuan satu-satunya akan tetapi ada murid sebagai mitra dalam mencari kesepahaman dalam belajar. Guru bersama murid belajar bersama mengenali kekuatan yang dimilikinya untuk melejitkan kemampuan yang dimiliki murid. bukan lagi waktunya guru cemerlang sendiri akan tetapi bagaimanan murid pun menjadi bersinar. Guru membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya. 

Guru sebagai coach merefleksikan kebebasan murid untuk menemukan berbagai kekuataan yang dimiliki mereka dengan penuh kasih sayang dan persaudaraan. Guru sebagai coach menghindari keinginan untuk memaksakan kehendak dan mengharapkan pamrih, mensucikan diri tanpa ikatan menjadikan murid insan paripurna. Guru sebagai coach menciptakan suasana nyaman dan rasa percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati.

Salah satu bentuk untuk melejitkan potensi murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, pembelejaran yang selalu memperhatikan kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar. Guru sebagai coach dibutuhkan untuk menggali kebutuhan murid sehingga guru dapat mendisain proses pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid. 

Selain itu, secara social emosional  segala potensi murid dapat berkembang secara maksimal. Proses coaching dapat berjalan degan mengoptimalkan ranah social emosional sehingga setiap murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannnya sendiri. Segala potensi akan tergali dengan proses coaching yang dilakukan guru. Murid akan menemukan kedewasaan dalam menghadapi setiap kemelut dalam hidupnya dan mereka akan menemukan jati diri dengan proses coaching yang dilakukan guru. Pada akhirnya mereka akan mampu hidup bebas dan merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai kekuatan dan potensinya masing-masing.

Proses menuntun yang dilakukan dalam coaching adalah sebuah usaha untuk mengeksplorasi murid untuk mampu melejitkan potensinya. Konsep coaching sangat dibutuhkan dalam memberikan layanan pada murid karena sangat berbeda dengan konsep konseling dan mentoring. 

Coaching tidak hanya berawal dari masalah tetapi dari kondisi yang memungkinkan peserta didik mampu memaksimalkan potensi dan kekuatannya untuk menemukan dan menyelesaikannya sendiri.  Mentoring merupakan proses dilakukan ahli dengan berbagi pengalaman kepada mantee untuk menyelesaikan masalahnya. Sedangkan konseling konselor memberikan bantuan solusi untuk menyelesaikan masalah konseli.

Coaching yang dilakukan coach kepada coachee sedikitnya membutuhkan empat keterampilan diantaranya:

Keterampilan membangun dasar proses coaching

Keterampilan membangun hubungan baik

Keterampilan berkomunikasi

Keterampilan memfasilitasi pembelajaran

 

Dalam proses coaching ada salah satu model yang biasa digunakan oleh coach. Model yang dikembangkan dari Salah satu model GROW. Model GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini; Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee; Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi; dan Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya. 

Model GROW menjadi pijakan dalam melakukan coaching yang selanjutnya dikembangkan menjadi model TIRTA yang meliputi langkah-langkah Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi coachee; dan  Tanggung jawab/komitmen. Dalam Aksi Aspek berkomunikasi untuk mendukung praktik coaching antara lain, Komunikasi Asertif menjadi Pendengar aktif, Bertanya reflektif  dan Umpan balik positif.

 

Refleksi terhadap proses coaching di sekolah

Proses coaching sebagai bentuk usaha yang dilakukan guru untuk menuntun segala potensi, keunikkan dan kekuatan murid untuk hidup sesuai kodratnya dan memperbaiki lakunnya.

Proses coaching menjadikan murid untuk bisa hidup sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu mengenali, menggali dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan segala masalahnya sendiri.

Proses coaching, menuntun murid untuk berkesadaran penuh mencapai kemerdekaan belajar digali dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk memaksimalkan segala potensinya.


Rabu, 24 Agustus 2022

Koneksi Antar Materi MOdul 2.2 Guru Penggerak


KONEKSI ANTAR MATERI

PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

 


PENDAHULUAN

Proses pembelajaran murid tidak tergantung pada aspek inteligensi atau kemampuan kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lain seperti aspek perkembangan emosi dan sosial. Aspek emosi dan sosial ini sangat berpengaruh terhadap prilaku murid kepada dirinya, orang lain dan lingkungannya. Pada murid aspek sosial emosi ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran sosial emosional. Dimana pembelajaran sosial emosional adalah proses mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal murid dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Pembelajaran sosial emosional ini dapat dijadikan sebagai awal dan dasar penanaman pendidikan karakter kepada murid. Ada Lima kompetensi kunci pengembangan dalam aspek sosial emosional murid; self-awareness (Kesadaran diri), self-management (Mengelola diri), social awareness Kesadaran Sosial), responsible decision making (Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab), dan relationship management (Keterampilan pengelolaan Sosial). Kelima kompetensi ini penting dikembangkan sejak usia dini untuk membangun dan menanamkan keterampilan sosial murid. Karena dengan mengembangkan kelima aspek sosial emosional murid tersebut akan berimplikasi pada tertanamnya sifat-sifat baik/ karakter-karakter unggul pada diri murid dalam dunia sosial. Metode-metode seperti bermain, pembelajaran kelompok, Berpusat pada murid dan lainnya tepat digunakan untuk mengembangkan kelima keterampilan tersebut.

Pembelajaran Kompetensi Sosial Emosional (PKSE) ialah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif di seluruh lingkup sekolah. dimana pembelajaran KSE ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, mengajarkan mereka menjadi orang yang lebih baik, memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk menjadi sukses.

HUBUNGAN PKSE DENGAN DENGAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Dengan kemampuan mengelola Emosi maka pembelajaran berdiferensiasi dapat dilaksanakan dengan baik, Jika seorang guru memahami PKSE dengan baik maka dalam melaksanakan strategi pembelajaran berdiferensiasi guru dapat mengambil tehnik pembelajaran yang tepat dengan tetap memperhatikan kebutuhan dasar siswa. Serta dalam proses pembelajaran akan sering terjadinya interaksi sosial murid maka dengan tehnik PKSE dapat membantu guru untuk memudahkan menemukan solusi dan pengambilan keputusan yang tepat yang bertanggung jawab

HUBUNGAN PKSE DENGAN MODUL SEBELUMNYA

PKSE dengan Filosofi ki Hajar dewantara kaitanya pada 4 Filosofi KHD yaitu pendidik sebagai penuntun tumbuh kembang anak, Pendidikan dijalankan sesuai dengan kodrat alam dan zaman, Pendidikan budi pekerti dan Pendidikan yang berpusat atau menghamba pada anak. PKSE dengan nilai dan peran Guru penggerak arat kaitanya dengan menumbuhkan nilai-nilai dan peran guru dan murid dalam pengelolaan emosi sehingga pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat tercapai dan berjalan dengan seimbang. Kaitan PKSE dengan Visi murid merdeka terdapat pada penerapan tehnik yang dapat dilakukan guru untuk dapat membentuk karakter murid yang berorientasi pada Profil pelajar pancasila dimana akan terciptanya siswa yang beriman, merdeka dalam menyampaikan pendapat, bahagia, kreatif, mandiri dan menjadi Seorang siswa pembelajar sejati. serta Kaitan PKSE dengan disiplin Positif terdapat pada kegiatan guru dan siswa yang dapat mengenali dan memahami Emosi masing-masing yang dapat dirasakan, Sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menerapkan disiplin positif dengan baik sesuai dengan kesadaran diri (Self Awareness)

PENERAPAN PKSE PADA PEMBELAJARAN

Kompetensi Sosial dan Emosional menjadi sangat penting yang pelaksanaannya selalu terkait dengan proses belajar mengajar didalam kelas maupun diluar kelas. Pada modul ini pembahasan Mengenai Pembelajaran Sosial dan Emosional sebenarnya sudah melekat pada setiap kegiatan aktifitas belajar mengajar dan kehidupan sosial disekolah, Penerapannya lebih abstrak terjadi pada saat kegiatan pemberian materi oleh guru didalam kelas. Kenapa saya katakan abstrak, tanpa disadari oleh seorang guru, sebenarnya sudah banyak yang telah dilakukan seorang guru untuk menerapkan kompetensi ini. Pada modul ini Pengetahuan tentang Kompetensi Sosial Emosional dipaparkan dan dipelajari sebagai penguatan untuk apa yang selama ini telah dilakukan seorang guru. Guru haruslah menyadari dan konsisten untuk menerapkan KSE sebagai bagian dari proses pembelajaran. Kenapa hal ini menjadi penting agar seluruh komponen dari KSE diterapkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa? Jawabannya adalah bagaimana seluruh proses kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat dimaknai dalam keadaan berkesadaran penuh, sehingga apa yang terjadi didalam kelas dapat disadari dan dimaknai sebagai bagian untuk mengontrol sikap sosial dan emosional setiap individu baik guru maupun murid.

Dimulai dengan menerapkan Budaya dan Tatatertib yang terintegrasi pada saat awal masuk kedalam kelas yaitu dengan menerapkan Kompetensi KSE yaitu pada point Kesadaran diri – pengenalan emosi yang penerapannya terlihat pada sikap murid pada saat menerapkannya misalkan disaat menyapa dan berusaha, Selain itu saat siswa masuk ke dalam kelas secara perlahan dan memiinta murid duduk sesuai dengan denah kelas atau tempat duduknya masing-masing: menyapa siswa dan meminta siswa berdoa dan Mendoakan teman yang sakit sehingga lekas sembuh dan dapat berkumpul dan kembali bersekolah. Selanjutnya dilakukan diskusi pada saat pembelajran berkelompok dan saat mempresentasikan hasil karya akan terciptanya budaya KSE Kesadaran Sosial dan Kemampuan Berelasi. Dimana dalam pelaksanaannya guru tetap memperhatikan kebutuhan belajar siswa dalam pembelajaran sebagai contoh untuk siswa Visual (dengan gambar-gambar mengenai Operasi Penjumlahan dan pengurangan di Papan Tulis), Audittory (Mendengarkan Penjelasan Guru). Setrta Kinestetik (Peserta didik melakukan peragaan langsung dengan menggunakan alat peraga dan melakukan langkah di Ubin). Sehingga dapat terlaksananya Merdeka Belajar dengan baik

 

Selain itu PKSE dalam pembelajran juga dapat dilakukan saat melakukan Ice Breaking dimana saat Melakukan Ice Breaking dengan melakukan permainan sederhana dengan mempragakan Emosi pada setiap permainan (KSE 1 Pengenalan emosi), serta mempragakan Emosi Senang, Marah, Kecewa dan Sedih Guru mengajak siswa untuk menentukan pilihan yang harus dilakukan jika mengalami kondisi tersebut sehingga siswa dapat fokus kembali (KSE 2 Mengelola Emosi dan Fokus). Dan Guru meminta siswa memberikan Pendapat berupa solusi yang dilakukan temanya jika mengalami kondisi emosi yang di pragakan (KSE 3 Empati). Serta Guru mengajak siswa untuk melakukan gerakan -gerakan tertentu untuk merilekskan diri sehingga dapat kembali fokus pada pembelajaran berikutnya

Dan pada akhir pembelajaran dilakukan tehnik Kegiatan Menulis Pengalaman Bekerjasama Dalam Kelompok. Pada teknik ini guru Mengarahkan siswa untuk mengungkapkan pengalamannya bekerjasama dalam kelompok apa yang menjadi keberhasilan dan kendala yang dihadapi dengan komunikasi asertif, Murid menyampaikan secara lisan maupun tulisan tentang pengalamannya bekerjasama dalam kelompok membuat laporan keberhasilan dan kendala yang dihadapi selama berdiskusi dan solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dan tantangan. Hal ini bertujuan agar Murid merasa siap dalam kondisi apapun dan bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Untuk pengalaman pribadi dengan Prinsip Mindfulness mengajarkan saya untuk hadir sepenuhnya dan menyadari keadaan terkini saya serta meberikan respons yang paling tepat dalam keadaan apapun, saya telah belajar untuk mengurangi kebiasaan buruk da menuntut, serta lebih membiasakan diri saya untuk bersyukur akan segala sesuatu dan terus memperabaiki diri kearah yang lebih baik lagi.

 

PENUTUP

Pembelajaran sosial dan emosional pada murid merupakan dasar dalam penerapan pendidikan karakter bagi murid. Aspek sosial emosional murid akan berkembang secara berkelanjutan sejalan dengan proses pengembangan dan stimulusi yang diberikan kepada mereka. Pembelajaran sosial dan emosional pada murid akan melahirkan kemampuan adaptasi secara kognitif maupun sosial.

Kompetansi-kompetansi sosial seperti self-awareness, self-management, social awareness, responsible decision making, dan relationship management yang menjadi pokus pengembangan dalam proses pembelajaran juga berimplikasi pada tertanamnya karakter-karakter unggul dalam konteks sosial maupun konteks lainnya.

Dengan metode bermain, pembelajaran kelompok, Berpusat pada murid dan lainnya dapat dugunakan untuk mengembangkan aspek sosial emosional murid. Yang pada akhirnya akan tumbuh rasa percaya diri, penghargaan pada diri sendiri dan orang lain, berempati pada orang lain dan mampu mengkomunikasikan perasaannya secara tepat. Dan berimplikasi pada tertanam dan terbentuknya karakter-karakter unggul seperti mengenal diri, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, berkepribadian menarik, mengikuti perubahan, mengambil risiko, mengendalikan diri, bersemangat, kerjasama, adil dan lain sebagainya.


Rabu, 17 Agustus 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Koneksi Antar Materi

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

 

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis oleh guru agar mampu mengakomodir seluruh kebutuhan murid yang berbeda di dalam kelas atau lingkungan sekolah. Sebagai guru, tentunya dipahami bahwa jumlah murid yang diajar di dalam kelas memiliki keberagaman tersendiri karena sejatinya setiap murid memiliki keunikannya masing-masing. Dengan keunikan tersebut, guru sebagai pendidik bertindak sebagai fasilitator dalam memahamkan materi kepada murid dan memfasilitasi agar semua murid mampu memproses ide atau informasi yang diperolehnya serta mampu mengembangkan suatu produk sesuai dengan kemampuan muridnya masing-masing. Untuk itu, pada pembelajaran berdiferensiasi, perlu persiapan atau strategi pembelajaran yang tepat dari guru baik meliputi diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk dengan mengacu pada aspek pemetaan kebutuhan belajar murid.

Dasar pemetaan kebutuhan belajar murid dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi meliputi tiga hal, yaitu:

1. Kesiapan Belajar Murid

Sebelum mempelajari materi atau topik, guru perlu memetakan kebutuhan murid. Dalam hal ini, guru harus mendiagnosa kesiapan belajar murid. Misalnya, pada diferensiasi konten, ada murid yang sudah siap mempelajari materi yang di dalamnya terdapat masalah berupa tantangan atau kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS). Ada juga murid yang mungkin masih perlu mempelajari hal-hal yang mendasar dalam memahami materi. Tentunya, perbedaan kognitif dari murid membantu guru untuk mempersiapkan bahan ajar, cara atau strategi yang dapat mengakomodir kebutuhan tersebut dalam pembelajaran. Jumlah bantuan atau dukungan yang diberikan guru kepada murid menyesuaikan dengan tingkat kesiapan belajar murid itu sendiri.

2. Minat Belajar Murid

Hal lain yang perlu dilakukan sebelum melakukan pembelajaran berdiferensiasi adalah guru perlu memetakan murid berdasarkan minat belajarnya. Sebagai contoh, ada murid yang senang belajar seni, olah raga, sains atau bidang-bidang tertentu. Dalam hal ini, guru harus siap untuk memfasilitasi kebutuhan murid tersebut. Guru dapat memberikan pilihan kepada muridnya untuk belajar sesuai dengan minatnya, misalnya dalam menghasilkan produk. Dalam diferensiasi produk, murid menghasilkan produk sebagai bentuk pencapaian tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan minat belajar murid masing-masing. Murid diberikan kebebasan dalam belajar. Murid bebas menghasilkan produk baik berupa teks atau tulisan seperti artikel, narasi, karangan atau bentuk produk lain yang sesuai minat belajarnya seperti audio, video, poster, mind mapping dan lainnya baik secara individu maupun secara berkelompok selama produk tersebut merujuk pada indikator atau standarisasi minimum penilaian.

3. Profil Belajar Murid

Pemetaan kebutuhan murid berdasarkan profil belajar murid lebih kepada bagaimana murid belajar sesuai dengan gaya belajarnya yang beragam atau bervariasi. Misalnya pada diferensiasi proses, untuk murid yang memiliki gaya belajar visual maka pada proses pembelajaran guru dapat memberikan materi dengan menggunakan media berupa gambar-gambar, tampilan slide power point, grafik dan sebagainya yang membantu murid dalam belajar dan mengaitkan konsep satu dengan yang lainnya sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Demikian pula, untuk murid yang memiliki gaya belajar auditori maka guru dapat memberikan materi menggunakan atau diiringi dengan musik.

Dengan ketiga dasar pemetaan tersebut, guru akan mampu merancang pembelajaran berdiferensiasi dengan baik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai, yaitu mampu mengakomodir segala perbedaan dari murid, apa yang dibutuhkan oleh murid dalam belajar dan apa yang dapat dilakukan oleh murid terhadap pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya serta bagaimana guru dapat merespon seluruh kebutuhan belajar murid yang berbeda tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti bahwa guru harus melakukan kegiatan yang berbeda dalam membuat perencanaan pembelajaran atau menyusun beberapa perencanaan pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Namun, dalam melakukan praktek pembelajaran berdiferensiasi tentunya harus dilakukan secara efektif dan efisien, mempertimbangkan moda, usaha dan waktu yang digunakan.

Melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi dengan efektif dan efisien juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sebagai guru, tentu memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan atmosfer lingkungan belajar yang memungkinkan murid untuk berada dalam kondisi jauh dari rasa takut, berani dan tampil percaya diri dalam mengungkapkan ide atau pendapat, senang dalam berkolaborasi, berpartisipasi aktif dalam diskusi, menyukai tantangan atau hal-hal baru sehingga murid mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Dalam hal ini, berbagai pendekatan dilakukan oleh guru terhadap konten, proses dan produk dalam pembelajaran berdiferensiasi untuk menumbuhkan motivasi murid agar menjadi pembelajar sepanjang hayat. Demikian pula, umpan balik, evaluasi dan refleksi secara kontinyu juga terus dilakukan agar guru pun menjadi pembelajar sepanjang hayat. Jika pembelajaran berdiferensiasi ini dilakukan dengan efektif dan efisien maka semua murid akan merasa aman dan nyaman dalam belajar serta pemenuhan kebutuhan murid dapat terwujud, tidak akan ada murid yang merasa diistimewakan atau sebaliknya. Implementasi pembelajaran berdiferensiasi ini juga akan memberikan kemudahan bagi guru dalam memetakan dan mengakomodir seluruh kebutuhan murid untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman yang selalu berubah.



Berikut Link Video Koneksi Antar Materi